Sifat-sifat
gelombang cahaya
A. Pengertian Dispersi
Dispersi adalah peristiwa penguraian sinar cahaya
yang merupakan campuran beberapa panjang gelombang menjadi komponen-komponennya
karena pembiasan. Dispersi terjadi akibat perbedaan deviasi untuk setiap
panjang gelombang, yang disebabkan oleh perbedaan kelajuan masing-masing
gelombang pada saat melewati medium pembias.
Apabila sinar cahaya putih jatuh pada salah satu
sisi prisma, cahaya putih tersebut akan terurai menjadi komponen-komponennya
dan spektrum
lengkap cahaya tampak akan terlihat. Umumnya berkas-berkas cahaya tak lain
adalah gabungan gelombang-gelombang yang panjangnya tertentu dan terletak di
daerah spectrum yang tampak.
Kecepatan gelombang-gelombang cahaya dalam hampa
udara adalah sama, untuk semua panjang gelombang, sedangkan kecepatannya dalam
satu bahan berbeda-beda menurut perbedaan panjang gelombang. Jadi indeks bias
suatu bahan merupakan fungsi dari panjang gelombang. Suatu bahan dimana
kecepatan suatu gelombang berbeda-beda menurut perbedaan panjang gelombang.
B. Hukum Snellius Pembiasan dan Indeks Bias
Kelajuan gem
(termasuk di dalam cahaya) ketika di vakum, sesuai dengan persamaan Max Well,
adalah
Nilai kelajuan itu berbeda pada medium
yang berbeda. Untuk benda bening berpermeabilitas magnet µ (=ĸmµo)
dan divakum µo,
permitivitas listrik Ɛ (=ĸƐo)dan
di vakum Ɛo pada tetapan
dielektrik ĸ dan tetapan
permeabilitas magnet ĸm maka
kelajuan cahaya (v) di medium itu menjadi :
Didefinisikan adanya parameter baru yaitu indeks
bias (n) sebagai hasil perbandingan antara kelajuan cahaya di vakum (c) dengan
ketika di medium bening yang lain (v) yaitu :
dimana :
Biasanya medium bening yang berperan sebagai pembias
memiliki ĸm≈ 1,
kecuali untuk bahan feromagnet, misalnya : besi, tembaga, dan sejumlah logam
lainnya. Artinya, untuk bahan non feromagnetik, tetapan dielektrikĸ
memenuhi :
Kenyataan
menunjukkan bahwa ĸ bergantung pada
frekuensi medan listrik yang terdapat pada cahaya sebagai gem. Persamaan (10.2) dan (10.4) menunjukkan adanya hubungan antara
panjang gelombang (λ) denga frekuensi (v) sebagai :
Pembiasan, dalam
pengertian umum, merupakan gejala pembelokan arah jalar gelombang karena
kelajuan rambat gelombang berubah.Artinya, peristiwa pembiasan tidak hanya
terjadi pada cahaya.Setiap perambatan gelombang, kecepatan dan panjang gelombang dari gelombang itu dapat
berubah, hanya saja frekuensi gelombang selalu tetap ketika energi gelombang
itu tetap.
Jika cahaya dan udara jatuh di medium air yang
beindeks bias 1,33, maka kelajuan cahaya menurun dengan faktor 1,33. Perambatan
gelombang itu memiliki frekuensi yang tetap, walaupun v dan λ berubah. Bila gem
jatuh di sebuah medium maka medan listrik dari gem berinteraksi dengan
atom-atom medium, sehingga atom-atom bergerak dipercepat. Terdapat superposisi
medan listrik di medium yang berasal dari cahaya (gem) dan dari atom-atom
medium yang bergerak dipercepat. Hasil superposisi itu menyebabkan kelajuan dan
arah penjalaran gem berubah.
Dengan beberapa pengecualian maka kecepatan cahaya
dalam suatu zat perantara, yang akan dinyatakan dengan v, lebih kecil daripada
kecepatan dalam ruang bebas. Selanjutnya, kecepatan cahaya dalam zat perantara
berbeda untuk panjang gelombang yang berlainan, Sedangkan dalam ruang hampa
cahaya yang panjang gelombangnya berlainan merambata denga kecepatan yang sama.
Efek ini dikenal dengan nama “dispersi”. Perbandingan antara kecepatan cahaya
dalam ruangan hampa dengan kecepatan cahaya yang panjang gelombangnya tertentu
dalam suatu zat perantara disebut “indeks bias” dari zat perantara itu untuk
suatu panjang gelombang tertentu. Indeks bias itu kita nyatakan dengan n,
indeks bias untuk panjang gelombang tertentu.
TABEL 39-1
INDEKS BIAS
(Untuk
cahaya dengan panjang gelombang 589 m
)
Gelas
|
1,46
– 1,95
|
Kristal
kakspat (CaCO3)
|
1,658
|
Quartz
(Si O2)
|
1,544
|
Garam
dapur (Na Cl)
|
1,544
|
Fluorite
(Ca Fa)
|
1,434
|
Carbon
disulfide
|
1,629
|
Ethyl
alcohol
|
1,361
|
Air
|
1,3333
|
Jika tidak dinyatakan dengan panjang gelombangnya,
maka indeks bias itu biasanya dinyatakan untuk cahaya kuning dari nyala natrium
yang panjang gelombangnya 589 m
. Indeks bias itu merupakan bilangan
asli (perbandingan antara dua kecepatan) dan biasanya lebih besar dari satu.
n
= c/v (39-1)
C. Sudut Kritis
Ada dua macam sudut kritis, yaitu :
a) sudut datang kritis, bila sudut bias 90o,
Pada Gambar 5.11a, sinar datang dari medium optis
lebih rapat (n) ke medium optis
kurang rapat (n’), n>n’. Sinar datang
pada sudut i >ikr, maka tidak akan dibiaskan lagi. Oleh karena itu
terjadilah pantulan sempurna.
Jika digunakan prinsip balik cahaya pada Gambar 5.11a, yaitu
sinar bias ketiga menjadi sinar datang, maka sinar datang ketiga menjadi sinar
bias. Hal tersebut sama dengan yang terjadi pada Gambar 5.11b.
Perhatikan Gambar 5.11b. tiga buah sinar datang dari media optis
kurang rapat (n’) dengan berbagai sudut datang dibiaskan dengan tiga buah sudut
bias yang berbeda. Sinar datang ketiga pada sudut datang 90o
menghasilkan sudut bias r’kr
yang merupakan sudut bias terbesar.
D. Pantulan Sempurna
Gambar (40.6) menunjukan sejumlah sinar yang
berpencar dari titik sumber p dalam medium yang punya indeks bias n dan
mengenai permukaan medium kedua yang indeks biasnya n’, disini n>n’.
berdasarkan hukum snellius:
Karena n/n’ lebih besar dari satu, maka
sin teta ’ lebih besar
dari pada sin
dan sudah terang sama dengan satu (artinya teta
’= 90
) untuk sudut
kurang dari 90
. Ini dilukiskan dalam diagram dengan
sinar ketiga yang menjalar-jalar pada bidang batas dengan sudut bias 90
. Sudut datang untuk mana sinar biasanya
menyinggung permukaan disebut sudut kritis dan pada diagram dinyatakan dengan
c. jika sudut datang
lebih besar daripada sudut kritis, maka sinus sudut bias yang dihitung
berdasarkan hokum snellius,adalah lebih besar dari satu. Hal ini dapat
ditafsirkan bahwa bila sudut kritis terlampaui, sinar tidak akan kemedium yang
sebelah atas, tetapi akan dipantulkan sempurna pada bidang batas. Pemantulan
sempurna hanya dapat terjadi bila suatu sinyal menumbuk pada permukaan suatu
medium yang indeks biasnya lebih kecil daripada indeks bias medium dimana sinar
itu bergerak. Sudut kritis untuk 2 zat tertentu dapat diketahui dengan
mengambil dalam hokum snell.
Maka kita peroleh:
Sudut kritis dari bidang batas air-kaca, dengan
mengambil indeks bias kaca 1,50 adalah:
Sudut ini kurang sedikit dari 45 derajat; suatu yang menguntungkan yang
memungkinkan pemakaian dalam berbagai alat-alat optik yang bersudut 45 -45
-90 derajat
sebagai bidang-bidang pantul yang sempurna.
Prisma-prisma, karena pantulannya sempurna, lebih baik daripada
permukaan-permukaan logam sebagai reflector sebabnya ialah pertama: oleh prisma cahaya dipantulkan
sempurna.
1)
Pembiasan Kaca Plan Paralel
Kaca plan paralel atau balok kaca adalah keeping
kaca tiga dimensi yang kedua sisinya dibuat sejajar. Persamaan pergeseran sinar
pada balok kaca:
d : tebal balok
kaca (cm)
i : sudut
datang (derajat)
r : sudut bias (derajat)
Pembiasan oleh sinar-sinar yang paraksial
Semua sinar yang berasal dari sebuah titik benda setelah
dipantulkan akan didivergensikan pada sebuah titik, tetapi tidak demikian untuk
sinar bias.
Perhatikan
Gambar 5.7. Benda S mempunyai bayangan karena sinar-sinar pantul yaitu S’. Akan
tetapi bayangan dari sinar bias tidak berkumpul di S’’ atau S’’.
Misal:s adalah jarak benda
s’ adalah jarak bayangan karena sinar
pantul
tidak
konstan, bergantung pada besar i, berarti sinar bias tidak dapat berpotongan di
satu titik atau sinar tidak diodivergensi dari sebuah titik. Jika sinar yang
dipakai adalah paraksial, yaitu sinar-sinar dengan sudut jatuh yang kecil
sekali, maka
Jadimaka sinar-sinar bias didivergensikan dari sebuah tititk. Sekarang jika dipakai
keping gelas yang sejajar, dapat ditentukan letak bayangan untuk sinar-sinar
yang paraksial. Misal benda berada di S, maka S’ adalah bayangan yang dibuat
oleh permukaan pertama, akan merupakan benda untuk permukaan kedua yang
bayangannya akan terletak di S’’.
Untuk
sinar-sinar yang paraksial berlaku:
Kedalaman Sebenarnya dan Tidak Sebenarnya
(Semu)
Gambar 5.9
Pembiasan (Refraksi) Melalui Susunan
Lapisan-lapisan
Jika
kita mempunyai susunan lapisan-lapisan yang sejajar dari bermacam indeks bias,
maka setelah keluar dari lapisan terakhir sinar datang akan dibelokkan, sesuai
dengan rumus:
2) Pemantulan Pada Prisma
Cahaya yang jatuh
pada permukaan pertama prisma akan mengalami dispersi atau penguraian warna
sehingga terbentuk spektrum di dalam prisma maupun setelah dibiaskan oleh
permukaaan kedua.
Prisma
Pemantul
Prisma dapat juga
digunakan sebagai pemantul. Pemakaiannya berdasarkan refleksi internal total.Di sini
tak terjadi kehilangan energi, tetapi ada juga sedikit karena absorpsi dari
bahan prisma dan karena pantulan pada permukaan tempat cahaya jatuh dan cahaya
keluar menunggalkan prisma.Kecuali mempunyai reflektivitas yang tinggi, prisma
tak perlu diberi lapisan perak, juga sudut-sudut antara permukaan-permukaan
pantul selalu tetap. Kebanyakan prisma pemantul mempunyai
sudut-sudut 45o; 45,90o; jika berada di udara
Prisma jenis (d)
memiliki sifat bahwa jika prisma diputar tidak akan mengubah deviasinya., jika α adalah sudut antara permukaan-permukaan pantul.
Misal : jika α = 45o, maka deviasi = 270o.
DAFTAR PUSTAKA
Jati, Bambang Murdaka Eka & Tri Kuntoro Priyambodo.,
2010, Fisika Dasar: Listrik-Magnet, Optika, Fisika Modern untuk Mahasiswa
Ilmu-Ilmu Eksakta & Teknik, Yogyakarta : ANDI OFFSET.
Sarojo,
Ganijanti Aby. 2011. Gelombang dan Optika. Jakarta: Salemba Teknika.
Sears,
Francisweston dan Mark W. Zemansky. 1972. FISIKA
UNTUK UNIVERSITAS. Jakarta: Binacipta.
Suwarna, Iwan
Permana. 2014. Teori dan Aplikasi: Getaran dan Gelombang, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta